Jakarta, suarabali.com – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga mengomentari kasus unggahan foto mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai dan gorila di akun facebook milik Ambroncius Nababan. Menurut dia, kasus seperti ini sering terjadi di Indonesia.
“Kasus tersebut sebenarnya sering terjadi di Indonesia. Apa yang diwacanakan seseorang tidak direspons apanya, tapi lebih pada siapa yang berwacana. Akhirnya yang diserang pribadi siapa yang menyampaikan wacana,” kata Jamiluddin Ritonga di Jakarta, Selasa (26/1/2021).
Dia mengatakan kasus SBY dan AHY dengan Yusuf Leonard Henuk juga demikian. Ketika SBY mewacanakan terkait vaksin Covid-19, Yusuf Leonard Henuk menyebut SBY bodoh dan sok suci.
“Saat AHY mewacanakan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air, Yusuf Leonard Henuk menyebutnya bodoh,” ucapnya.
Saat seseorang mengkritik pemerintah, kata Jamiluddin, seperti Ribka Tjiptaning menolak divaksin Covid-19, maka ia disebut pengkhianat dan tidak tahu diri.
“Contoh tersebut mengindikasikan, dalam berwacana di media massa dan media sosial kerap berujung serangan pada pribadi yang berwacana. Kecenderungan ini tentu tidak sehat dalam perkembangan demokrasi di tanah air,” ujarnya.
Padahal, menurut dia, wacana di negara demokrasi idealnya menjadi sarana untuk mencari kebenaran, sehingga bermanfaat bagi masyarakat .
Khusus pemerintah, kata dia, wacana yang sehat dapat memberi masukan untuk pengambilan kebijakan atau mengoreksi suatu kebijakan. Namun, hal itu tidak terjadi karena wacana di Indonesia tidak menyerang pendapat seseorang, tetapi justru menyerang orangnya.
“Wacana tidak sehat tersebut seyogyanya harus diubah dengan menyerang pendapatnya, bukan orangnya. Kalau hal itu yang dilakukan, wacana di Indonesia akan produktif sehingga bermanfaat pada masyarakat dan pemerintah,” tutur penulis buku Perang Bush Memburu Osama ini. (Tjg)