Denpasar, suarabali.com – Situasi di tubuh pengurus Kadin (Kamar Dagang dan Industri) di tujuh kabupaten dan kota di Bali bergejolak. Rencana Kadin Bali menggelar musyawarah provinsi (Musprov) pada 27 Juli 2020 dibatalkan karena menuai kontroversi.
Kemudian, Musprov Kadin Bali akan kembali digelar pada 8 Agustus 2020. Musprov ini diprediksi akan memanas. Keanggotaan resmi sebagai pemegang hak suara di Musprov terkesan ilegal. Sebab, ada surat yang diterima Ketua Umum Kadin Republik Indonesia Rosan Perkasa Roeslani. Surat dari Kadin kabupaten/kota se-Bali tertanggal 9 Juli 2020 dengan tembusan kepada Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, itu memuat sejumlah persoalan.
Ketua Kadin Kota Denpasar I Wayan Nugra Arthana mengaku termasuk salah satu orang yang diberhentikan dengan tidak hormat oleh Kadin Provinsi Bali.
“Saya termasuk salah satu orang yang diberhentikan oleh Kadin Provinsi. Padahal, saya masih menjadi Ketua Kadin Kota Denpasar secara sah. Pemberhentian saya juga tidak melalui mekanisme dan terkesan menabrak AD/ART Kadin,” ujarnya di Denpasar, Rabu (5/8/2020).
Salah satu alasan dipecat, karena Kadin Kota Denpasar tidak bisa menggelar Musyawarah Kota Denpasar. Sementara pihaknya sudah dua kali menghadap Walikota untuk meminta izin, tetapi tidak direstui karena situasi masih pandemi COVID-19. Kondisi ini sudah disampaikan melalui surat resmi ke Kadin Provinsi.
“Melalui pesan WA, pengurus Kadin Provinsi Bali menyetujuinya. Padahal, kami mengirimkan surat resmi. Dengan ini, kalau kami diturunkan karena tidak bisa menggelar musyawarah kota, maka itu tidak bisa dibenarkan,” ujarnya.
Kondisi yang sama dialami pengurus Kadin di tujuh kabupaten lainnya di Bali. Para pengurus dibekukan dan langsung diangkat pengurus baru. Padahal, Muskab dan Muskota bisa lebih cepat dua bulan atau bisa lebih lambat dua bulan serta dibenarkan dalam AD/ART.
Saat ini seluruh pengurus Kadin di tujuh kabupaten dan kota sedang melakukan aksi protes atas rencana gelaran Musprov yang dinilai ilegal.
“Seluruh kabupaten di Bali dianggap sudah menggelar Muskab dan Muskota, sehingga sudah memperoleh pengurus yang baru agar bisa dianggap sah mengikuti Musprov. Ini tidak masuk akal. Kebanyakan mereka hanya foto banner bertuliskan gelaran Muskab dan Muskota. Faktanya tidak ada,” ujarnya.
Wakil Ketua Bidang OKK Kadin Kabupaten Badung Ketut Wiranata menjelaskan, anggota Kadin harus memiliki KTA Kadin sepanjang dua tahun berturu-turut. Sementara yang terjadi, banyak pengurus Kadin yang belum atau tidak memiliki KTA sama email.
“Dari mana Kadin Provinsi Bali merekrut anggota atau pengurus, sementara orang-orang yang duduk di pengurus, misalnya, tidak memiliki KTA,” ujarnya.
Seharusnya rujukan Kadin adalah UU No 1 Tahun 1987 tentang Kadin bersama AD/ART-nya. “Rujukan sudah sangat jelas. Kenapa tidak ditempuh win win solution. Kenapa semua pengurus di kabupaten dan kota diberangus tanpa ada penjelasan sesuai UU Kadin,” ujarnya.
Seperti diketahui, pada Minggu (26/7/2020) sore, penolakan terhadap Surat Keputusan Pemberhentian Dewan Pengurus, Dewan Pertimbangan, dan Dewan Penasehat 7 Kadin Kabupaten (Jembrana, Buleleng, Tabanan, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem) dan 1 Kadin Kota (Denpasar) periode 2014-2019 dan 2015-2020 oleh Kadin Provinsi Bali bukan tanpa sebab.
Langgar AD/ART Kadin
Diduga suksesi itu ditempuh tanpa melalui mekanisme yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin Indonesia, yakni tanpa melalui Musyawarah Kabupaten (Mukab) dan Musyawarah Kota (Mukota). Pemberhentian tersebut dilanjutkan dengan penunjukkan pelaksana tugas (plt) di 7 Kadin Kabupaten dan 1 Kadin Kota tanpa melalui mekanisme sebagaimana yang diatur dalam AD/ART Kadin Indonesia terkait dengan penunjukkan pelaksana tugas (plt).
Dalam hal Mukab dan Mukota, masing-masing Dewan Pengurus Kadin Kabupaten dan Kota masa bakti 2014-2019 dan 2015-2020 tersebut sudah mempersiapkan Musyawarah Kabupaten dan Kota sesuai dengan periode masa kepengurusan masing-masing melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam AD/ART Kadin Indonesia.
Namun, penyelenggaraan Mukab dan Mukota tersebut dibatalkan secara sepihak oleh Kadin Provinsi Bali dengan alasan yang terkesan dibuat-buat. Pasca penunjukan Plt, maka pada tanggal18, 19, 23, dan 26 Juni 2020, Kadin Provinsi Bali menyelenggarakan Mukab dan Mukota di Kantor Kadin Provinsi Bali, Jalan Mawar No. 2 Denpasar, Bali, tanpa dihadiri oleh pejabat daerah dan para stakeholder Kadin Kabupaten dan Kota.
Dalam hajatan “sembunyi-sembunyi” itu terpilih Ketua Kadin Kabupaten dan Kota yang baru dan disinyalir tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana yang tertuang dalam AD/ART Kadin Indonesia, yakni memiliki KTA B (Kartu Tanda Anggota Biasa) Kadin dengan syarat minimal 2 tahun berurutan dan terdaftar sebagai anggota Kadin di wilayah Kadin Kabupaten dan Kota setempat. Selain itu, berdomisili sesuai dengan kartu identitas di kabupaten dan kota yang bersangkutan.
Di lain pihak, selama masa kepengurusan para Ketua Kadin di 7 kabupaten dan 1 kota periode 2014 -2019 dan 2015-2020 belum pernah diterbitkan KTA B Kadin atas nama Ketua Kadin terpilih tersebut. Salah satu contoh yang paling nyata Ketua Kadin Kabupaten Gianyar, Agus Ega Indra Jaya. Dia belum pernah terdaftar sebagai anggota Kadin Kabupaten Gianyar di periode kepengurusan 2014-2019.
Demikian juga dengan ketua-ketua Kadin kabupaten yang lain. Seperti Ketua Kadin Kabupaten Buleleng Agus Satuhedi, Ketua Kadin Kota Denpasar I Putu Arnawa. Mereka belum pernah terdaftar sebagai anggota Kadin Kabupaten Buleleng di masa kepengurusan 2014-2019 dan Kadin Kota Denpasar di masa kepengurusan 2015-2020.
Ketua Umum (PAW) Kadin Bali Made Ariandi tidak mau menandatangani Kartu Tanda Anggota (KTA) Kadin Kabupaten dan Kota dengan alasan yang tidak jelas. Hal ini menghilangkan hak anggota yang dijamin oleh Pasal 33 AD dan Pasal 6 ART, bahkan menyebabkan kegiatan usaha pemilik KTA menjadi terhambat. Kadin Provinsi Bali seharusnya bertindak sesuai dengan AD/ART. Bukannya menghalangi hak anggota tentang KTA. Tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap AD/ART.
Berdasarkan fakta tersebut, dinilai ada sejumlah kejanggalan atau cacat hukum dan pelanggaran terhadap AD/ART Kadin Indonesia berdasarkan Kepres No. 17 Tahun 2010. Pertama, pemberhentian Dewan Pengurus, Dewan Pertimbangan dan Dewan Penasihat 7 Kadin Kabupaten (Jembrana, Buleleng, Tabanan, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem) dan 1 Kadin Kota (Denpasar) periode 2014-2019 dan 2015-2020 oleh Kadin Provinsi Bali tanpa melalui mekanisme yang diatur dalam AD/ART Kadin Indonesia, yaitu melalui Musyawarah Kabupaten (Mukab) dan Musyawarah Kota (Mukota).
Kedua, pembatalan mukab tanpa dasar yang jelas setelah ada izin Mukab dari Kadin Provinsi Bali. Ketiga, tidak dijelaskannya secara pasti acuan dilaksanakannya Mukab Kadin. Masa jabatan pada 3 Kadin Kabupaten berdasarkan Mukab yang terjadi di tahun 2014. Sementara itu, Dewan Pertimbangan, Dewan Pengurus, dan Dewan Penasihatnya baru di-SK-kan dan dilantik pada 29 Januari 2015 (lima bulan kemudian). Berdasarkan SK di mana masa kepengurusan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku selama 5 tahun, berarti masa bakti Kepengurusan DP Kadin ke-3 kabupaten tersebut di mulai per Januari 2015.
Keempat, ada surat pemberhentian ditandatangani oleh Ketua Umum (PAW) Kadin Bali dan juga oleh WKU Bidang Organisasi Kadin Provinsi Bali padahal izin sudah diberikan. Kelima, mukab didesain dan dilaksanakan di Kantor Kadin Provinsi Bali, bukan di kabupaten atau kota lokasi domisili masing-masing kadin dan tidak dihadiri oleh para pejabat daerah dan para stakeholder terkait. Hal tersebut juga tanpa tahapan pelaksanaan mukab dan mukota yang benar.
Keenam, Ketua Kadin 7 Kabupaten dan 1 Kota yang terpilih tersebut tidak pernah memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) B Kadin Kabupaten dan Kota. Padahal salah satu persyaratan untuk bisa menjadi ketua kadin adalah harus memiliki KTA B Kadin dua tahun berturut-turut dan berpengalaman sesuai Pasal 34 ayat 1 butir c ART Kadin Indonesia.
Ketujuh, Ketua Kadin Kabupaten dan Kota Bali terpilih tidak melalui suatu mekanisme pemilihan sehingga merupakan bentuk pelanggaran dalam AD Pasal 25 dan ART Pasal 34, 36 Kadin Indonesia.
“Pelanggaran atas AD/ART dan aturan lainnya menunjukkan ketidakpahaman pengurus Kadin Bali terhadap aturan keorganisasian, khususnya dalam pelaksanaan Mukab dan Mukota sesuai dengan AD/ ART berdasarkan Keppres 17 Tahun 2010,” tegas Wiranata. (05)